Ayah, Engkaulah Penggerak Semangat Hidupku
Ada beberapa peristiwa yang saya jalani,saat saya bertemu dengan sesorang
baik langsung maupun tidak langsung, lalu saya mendapatkan inspirasi dan
tergerak untuk berubah karena mengalami guncangan kesadaran, gugahan semangat
dan keinsyafan untuk tiba tiba melakukan hal hal mulya sampai akhirnya
mengantarkan saya ke kehidupan yg lebih bermartabat atas ijin NYA
Pengalaman interaksi berikut memberikan daya gugah luar biasa kepada saya
untuk lebih berkualitas dan lebih produktif mengelola kehidupan yang saya
jalani:
Kejadiannya bertepatan saat saya masih duduk di bangku SD ( 1975 – 1981 ).
Saat itu sudah sekitar jam 1 dinihari saya membukakan pintu untuk ayah yang
baru pulang dari bekerja sebagai petani garam dikawasan tambak pembuatan garam
di Juanda Surabaya.
Kami tinggal di Kabupaten Sumenep yang berjarak 190 kilometer dari Surabaya.
Sebagaimana banyak penduduk didesa kami yang meninggalkan desa untuk bekerja
sebagai petani pembuat garam sepanjang musim kemarau di sejumlah tempat di
Surabaya seperti Asemrowo, Tandes, Rumokalisari,dan kawasan dekat Lapangan
Terbang Juanda Surabaya.
Ayah yang biasa bekerja sebagai tukang becak pada musim kemarau tahun itu
meninggalkan kami sekeluarga di Sumenep, mencoba peruntungan baru bekerja
sebagai petani pembuat garam dengan janji mendapatkan 1/3 dari sisa hasil usaha
pembuatan garam setelah dikurangi hutang mingguan ayah untuk kebutuhan belanja
selama bekerja.
Beberapa hari sebelumnya ibu, saya dan kedua adik saya waktu itu,yang sudah
mendengar rencana kepulangan ayah, sudah menunggu nunggu kabar bahagia bahwa
ayah akan membawa banyak rezeki dari bekerja sebagai petani garam yang amat
melelahkan,sangat membakar kulit karena pas dimusim kemarau, dan dengan kondisi
kehidupan yang pas pasan karena uang belanja tidak diberikan cuma cuma tapi
harus diperoleh dari majikan pemilik tambak garam dengan cara meminjam.
Begitu pintu rumah kami yang terbuat dari gedek bambu itu saya buka, tiba
tiba saya melihat wajah ayah saya nampak begitu lelah.
Saya bisa membayangkan kerasnya kehidupan yang harus ayah jalani sebagai
petani pembuat garam di Juanda Surabaya itu.
Dan dengan wajah yang memperlihatkan ekspresi kesedihan,tiba tiba ayah
meneteskan airmata ketika menyaksikan ibu dan saya sebagai anak sulungnya
berdiri menyambutnya dimalam yang masih gelap itu.
Dalam temaram lampu minyak malam itu ayah tidak bisa menyembunyikan duka
dihatinya dari tatapan kami yang membukakan pintu baginya dengan membawa begitu
banyak harapan kebahagiaan dari pengorbanannya meninggalkan kerjanya yang sudah
susah sebagai tukang becak lalu selama 4 bulan musim kemarau bekerja sebagai
petani pembuat garam yang bahkan jauh lebih melelahkan.
Tiba tiba dengan suara parau ayah berkata kepada saya: ” Nak ayah tahun ini
pulang tidak membawa uang sisa hasil usaha dari bekerja sebagai petani garam
disana nak. “
Lalu ayah menatap wajah ibu saya yang sudah menangis, karena begitu bersedih
mendapati ayah yang sudah dengan keras dan gigih bertarung menghadapi kesulitan
hidup keluarga kami tetapi malam itu datang tidak bisa membawa kebahagiaan buat
kami kecuali dengan berbekal uang yang hanya cukup untuk ongkos pulang yang
membawanya kembali berkumpul bersama kami.
“Ayah tidak gagal. Ayah adalah kebanggaan saya. Ayah sebagaimana ibu telah
mengajari saya untuk tidak menyerah dan tidak takluk menghadapi keras dan
sulitnya kehidupan. Ayah telah berhasil menanamkan tekad dan bara semangat
kehidupan yang menggelora pada anak laki lakimu yang pertama ini untuk bisa
berhasil membawakan SENYUM KEBAHAGIAAN kelak dikemudiaan hari untuk keluarga
kita”
“Ayah semoga Allah menerima seluruh pengorbanan tulusmu untuk kami semua
anak anakmu. Kami semua akan meneruskan gelora juang hidupmu. Maafkan anakmu
ini yang belum bisa sepenuhnya membahagiakanmu. Terimalah salam bakti anakmu
yang pertama dari jauh, Akhmad Arqom “
0 komentar:
Posting Komentar
Harap tidak berkomentar SPAM!